Ada banyak hal yang menarik dan luar biasa dari buku Api Sejarah karya
Dr. Ahmad Mansur Suryanegara yang menggoncangkan kemapamanan manipulasi
sejarah Islam selama ini. Namun saat ini yang paling menarik perhatian
penulis dari buku itu adalah penyebutan Saudi dan Wahabi dalam kaitannya
dengan imperialisme dan kolonialisme Barat terhadap dunia Islam.
Pada beberapa tempat dalam bukunya, Ahamd Mansur Suryanegara menyebutkan Saudi dan Wahabi dengan;
Saudi
wahabi berkolaborasi dengan Kerajaan Protestan Anglikan Inggirs untuk
menggulingkan raja Husein dan putranya Raja Ali (Ahli sunnah wal
jama’ah) yang mengangkat dirinya sebagai Khalifah setelah Sultan Turki
Utsmani Abdul Majid diturunkan pada 3 Maret 1924.
Saudi wahabi
bekerjasama dengan zionisme dan Kerajaan Protestan Anglikan Inggris
menggulingkan Raja Husein yang mengklaim batas wilayah Arabia meliputi
Palestina dan Syiria bekas wilayah Kesultanan Turki. Klaim atas kedua
wilayah tersebut menjadikan Raja Husein dimakzulkan. Kelanjutan dari
kerjasama tersebut, kerajaan Protestan Anglikan Inggris mengakui Abdul
Aziz bin Saud, wahabi, sebagai Raja Kerajaan Saudi Arabia yang tidak
mengklaim wilayah palestina dan Syiria sebagai wilayahnya. Hal ini
memungkinkan berdirinya Negara Israel sesudah perang dunia II 1939-1945
M. Tepatnya 15 Mei 1948.
Wahabi di Nusantara pada saat meletusnya
perang Padri 1821-1837 M mendapatkan bantuan dari Amerika karena
sebelumnya sudah terjalin kontak dagang di antara mereka di Agam
Sumatera Barat. Pemerintah kolonial Protestan Belanda dalam usahanya
meniadakan pengaruh Amerika di Sumatera Barat, menggunakan potensi kaum
adat melawan Wahabi dalam perang Padri yang berlangsung selama 17 tahun.
Operasi serdadu Belanda di Sumatera barat, sepintas seperti hanya
bertujuan menumpas perkembangan wahabisme. Namun, tujuan sebenarnya
mengusir Amerika dan Inggris yang mengadakan kontak dagang dengan kaum
Padri atau wahabi di Padang.
Inggris dan Amerika menggunakan potensi wahabisme untuk melumpuhkan kekhilafahan Turki yang Ahli sunnah wal jama’ah.
Proses
tumbangnya kerajaan Arabia di bawah Raja Husein, diawali dengan
timbulnya tuntutan rakyat Arabia, kemudian Raja Husein digantikan
putranya Raja Ali. Keduanya ditumbangkan oleh serbuan Abdul Aziz bin
Saud dari Kuwait, penganut wahabi ke Hijaz, Makkah, dan Madinah, pada
1343 H / 1925 M dengan bantuan Inggris dan Amerika. Dengan demikian
berdirilah kerajaan Saudi Arabia dari wahabisme, 1343 H / 1925 M.
Wilayahnya
atau kerajaannya disebut Saudi Arabia. Jadi penyebutan jazirah Arabia
berubah menjadi jazirah Saudi Arabia sejak dikuasai Abdul Aziz bin Saud.
Sebelum raja-raja wahabisme berkuasa hanya disebut sebagai jazirah
Arab.
Tidak ada ulama dari kalangan wahabi Indonesia yang
bekerjasama dengan penjajah Barat seperti ulama di Saudi Arabia, timur
tengah, yang bekerjasama dengan Inggris dan Amerika. Ahli sunnah wal
jama’ah dan wahabi di Indonesia, keduanya menentang imperialisme barat.
Itulah
kutipan-kutipan dari buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara
terkait hubungan Saudi Arabia dengan imperialisme Barat di awal
berdirinya.
Dua kesimpulan penulis dari data-data di atas adalah;
pertama, Ahmad Mansur Suryanegara bisa jadi beranggapan wahabisme Saudi
adalah pengkhianat (pemberontak) terhadap kekhilafahan Turki
Utsmaniyah, dan kedua wahabisme Saudi telah bekerjasama dengan Inggris
dan Amerika memberikan tanah Palestina ke zionis Yahudi.
Kaitan
dengan hal itu Rizky Ridyasmara menulis di eramuslim.com tentang peran
“Lawrence of Arabia” dibalik berdirinya kerajaan Saudi. Berikut
kutipannya,
sebuah film yang dirilis tahun 1962 berjudul
‘Lawrence of Arabia’ yang banyak mendapatkan penghargaan internasional,
dikisahkan tentang peranan seorang letnan dari pasukan Inggris bernama
lengkap Thomas Edward Lawrence, anak buah dari Jenderal Allenby
(jenderal ini ketika merebut Yerusalem menginjakkan kakinya di atas
makam Salahuddin Al-Ayyubi dan dengan lantang berkata, “Hai Saladin,
hari ini telah kubalaskan dendam kaumku dan telah berakhir Perang Salib
dengan kemenangan kami!”).
Film ini memang agak kontroversial,
ada yang membenarkan namun ada juga yang menampiknya. Namun produser
mengaku bahwa film ini diangkat dari kejadian nyata, yang bertutur
dengan jujur tentang siapa yang berada di balik berdirinya Kerajaan
Saudi Arabia.
Konon kala itu Jazirah Arab merupakan bagian dari
wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah, sebuah kekhalifahan
umat Islam dunia yang wilayahnya sampai ke Aceh. Lalu dengan bantuan
Lawrence dan jaringannya, suatu suku atau klan melakukan pemberontakan
(bughot) terhadap Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dan mendirikan kerajaan
yang terpisah, lepas, dari wilayah kekhalifahan Islam itu.
Bahkan
di film itu digambarkan bahwa klan Saud dengan bantuan Lawrence
mendirikan kerajaan sendiri yang terpisah dari khilafah Turki Utsmani.
Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam tulisannya “Lawrence of
Arabia was a Zionist” seperti yang dimuat di Jerusalem Post edisi 22
Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme.
Sejarah
pun menyatakan, hancurnya Kekhalifahan Turki Utsmani ini pada tahun 1924
merupakan akibat dari infiltrasi Zonisme setelah Sultan Mahmud II
menolak keinginan Theodore Hertzl untuk menyerahkan wilayah Palestina
untuk bangsa Zionis-Yahudi. Operasi penghancuran Kekhalifahan Turki
Utsmani dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan mendukung
pembrontakan Klan Saud terhadap Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence
of Arabia.
Entah apa yang terjadi, namun hingga detik ini,
Kerajaan Saudi Arabia, walau Makkah al-Mukaramah dan Madinah ada di
dalam wilayahnya, tetap menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat. Mereka
tetap menjadi sahabat yang manis bagi Amerika.
Selain film
‘Lawrence of Arabia’, ada beberapa buku yang bisa menggambarkan hal ini
yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Antara lain:
*
Wa’du Kissinger (Belitan Amerika di Tanah Suci, Membongkar Strategi AS
Menguasai Timur Tengah, karya DR. Safar Al-Hawali—mantan Dekan Fakultas
Akidah Universitas Ummul Quro Makkah, yang dipecat dan ditahan setelah
menulis buku ini, yang edisi Indonesianya diterbitkan Jazera, 2005)
*
Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat
Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan,
2006)
* Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (George Lenczowski, 1992)
* History oh the Arabs (Philip K. Hitti, 2006)
Sebab
itu, banyak kalangan yang berasumsi bawah berdirinya Kerajaan Saudi
Arabia adalah akibat "pemberontakan" terhadap Kekhalifahan Islam Turki
Utsmani dan diback-up oleh Lawrence, seorang agen Zionis dan bawahan
Jenderal Allenby yang sangat Islamofobia. Mungkin realitas ini juga yang
sering dijadikan alasan, mengapa Arab Saudi sampai sekarang kurang
perannya sebagai pelindung utama bagi kekuatan Dunia Islam.
Republika (27/12/2009) menulis dalam rubrik Islam Digest terkait Saudi dan Wahabi sebagai berikut,
Abdullah
Mohammad Sindi, seorang professor Hubungan Internasional berkebangsaan
Saudi-Amerika, dalam artikelnya yang bertajuk Britain and the Rise of
Wahhabism and the House of Saud, menyebutkan, pemerintah kerajaan
Inggris turut andil dalam membidani kelahiran gerakan Wahabi.
Menurutnya,
Inggrislah yang telah merekayasa Abdul Wahhab sebagai imam dan pendiri
gerakan Wahabi, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam dan
meruntuhkan Daulah Turki Utsmani.
Seluk beluk tentang konspirasi
Inggris dengan Abdul Wahhab, papar Prof Sindi, tertulis dalam buku
memoir Hempher: The British Spy to the Midle East. Dalam karya
tersebut, sebagaimana dikutip Nur Khalik Ridwan dalam buku Doktrin
Wahabi dan benih-Benih Radikalisme Islam, Hempher menyebut sang pendiri
Wahabi sebagai asuhan dari mata-mata Inggris.
Hempher dalam
memoir itu, menyebut dirinya sebagai guru Abdul Wahhab, sang pendiri
sekaligus ideolog Wahabi. Guna memudahkan tugasnya sebagai seorang
mata-mata Inggris, menurut Prof Sindi, Hempher berpura-pura menjadi
seorang Muslim dan memakai nama Muhammad.
Dengan cara yang
licik, Hempher mendekati Abdul Wahhab dalam waktu yang relatif lama.
Menurut Prof Sindi, Hempher telah memberi Abdul Wahhab uang dan
hadiah-hadiah lainnya, mencuci otaknya dengan meyakinkannya bahwa
orang-orang Islam mesti dibunuh, karena mereka telah melakukan
penyimpangan yang berbahaya.
Mereka (kaum Muslim) telah keluar
dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar. Mereka semua telah melakukan
perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik. Hempher juga membuat sebuah mimpi
liar, dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad SAW mencium
kening Abdul Wahhab.
Berdasarkan versi itu, Abdul Wahhab menjadi
terobsesi dan merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran
baru di dalam Islam, yang bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam,
aliran ini lalu menyerang dan memberantas semua adat kebiasaan buruk
yang terdapat dalam masyarakat Arab.
Menurut Wahabi orang yang
menyembah selain Allah SWT telah musyrik dan boleh dibunuh. Wahabi pun
dipandang sebagai salah satu aliran yang menumbuhkan benih-benih
radikalisme dalam Islam.
Benarkah semua itu? Karena hal di atas
jelas dibantah dengan sangat dahsyat oleh pihak yang berseberangan.
Nampaknya masih perlu penelitian sejarah yang lebih teliti dan akurat.
Penulis sendiri belum bisa mengambil kesimpulan dan pendapat mana yang
benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Wallahu A’lam
Allahumma Arinal haqqa Haqqan war Zuqnat Tiba’ah wa Arinal Bathila Bathilan war Zuqnaj Tinabah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar